Makanan tradisional khas KotageÂde yang tetap masih eksis hingga sekarang ini. Di buat dari bahan ketan, santan, garam, gula serta pewarna hijau dari daun pandan. Di dalamnya ada enten-enten (parutan kelapa digabung dengan gula jawa) serta di panggang mengÂgunakan susunan daun pisang tanpa minyak.
Langkah membuatnya beberapa bahan itu digabung serta diadukÂaduk hingga rata sembari serta keÂkentalan yang di idamkan. Adonan kental serta simak ini lalu di-benÂtuk serupa kipas dengan ukuran ± 4 x 2 cm, di dalamnya di beri isian enten-enten. Sesudah usai siap untuk dibakar.
Histori makanan tradisional KoÂtagede cukup panjang. Dalam kiÂtab Centini dijelaskan makanan yang dimaksud kupo, yang saat ini dikatakan sebagai kipo. Juga dalam buku karangan De Graaf disebutÂkan makanan khas tradisional yang umum di sajikan untuk beberapa taÂmu. Dari histori lisan bisa dikeÂtahui bahwa Panembahan SenaÂpati nyatanya suka pada jenis maÂkanan spesifik yang saat ini seÂring jadikan bancaan atau sesaji saat ada orang Midhang atau tiÂrakat di seputar Makam PanemÂbahan Senapati.
Tentang asal-usul nama kipo, menurut masyarakat, beberapa bangsawan yang disuÂguhi makanan kipo serta menyantapnya, lantas ada pertanyaan “iki apaâ€? Lama-lama makanan itu lebih di kenal dengan nama kipo. Dalam perkembanganya saat ini, makanan ini masih tetap diteÂruskan generasi selanjutnya oleh keluarga Mulyo Wiharto serta adikÂnya Gito Suharjo. Mulyo Wiharto diteruskan oleh anaknya bernama Supardi yang tinggal di Kampung Mranggen.